PATUNG DALAM AGAMA BUDDHA

Tanya Jawab Dhamma:
Bersama YM. Bhikkhu Uttamo Thera

Rupang / Patung Dalam Agama Buddha

  1. Apakah fungsi rupang/patung dalam Agama Buddha?

    Dalam konsep Buddhis, rupang adalah lambang dari kebuddhaan, oleh karena itu dalam membuat rupang biasanya memperhatikan ciri2 Sang Buddha, karena semuanya melambangkan kebuddhaan, bukan pribadinya.

    Rupang juga merupakan simbol Sang Guru, sehingga apabila kita mengadakan puja bakti bukanlah untuk menyembah rupang tersebut, melainkan untuk menghormati dan mengingat ajaran Sang Guru. Jadi fungsinya sebagai lambang dan kesempatan untuk merenungkan ajaran Sang Guru.

 

  1. Ada umat yang meminta agar rupang/patung yang dibelinya didoain [baca:diisi] agar ‘hidup’ sehingga dapat mendengar dan melihat, bagaimana pandangan agama Buddha?

    Dalam agama Buddha hal itu tidak ada, pengisian itu adalah upacara yang berkembang dalam tradisi masyarakat agar seseorang umat yang mengadakan puja bakti bisa lebih mantap.

    Sesungguhnya tanpa upacara itupun tidak masalah. Kemantapan dan keyakinan seorang umat Buddha akan muncul karena pengertian dan pembuktian kebenaran ajaran Sang Buddha. Sekali lagi, hal itu bukan ajaran Sang Buddha.

 

  1. Ada yang mengatakan bahwa rupang tidak boleh ditempatkan didalam kamar, karena menurut mereka kamar itu kotor. Apakah itu benar?

    Itu hanya perasaan kita sendiri, patungnya sendiri tentu tidak tahu kalau diletakkan di kamar. Jadi sebenarnya tidak ada masalah.

 

  1. Kenapa sekarang ini ada yang membuat rupang/patung bhikkhu yang kemudian mereka disembah?

    Kiranya hal itu adalah bentuk penghormatan juga, dan menyembah atau bersujud itu adalah bentuk penghormatan tertinggi dalam tradisi Timur. Bukankah Agama Buddha berasalah dari tradisi Timur? Yang penting, kita tidak meminta apa-apa dari patung tersebut, karena dengan demikian, berarti kita menyembah berhala.

 

  1. Ada yang mengatakan bahwa bila kita berhasil memegang bagian tertentu dari rupang/patung di candi Borobudur, kita akan mendapat rejeki, apa itu benar ?

    Itu adalah hasil tradisi, bukan ajaran Sang Buddha. Kalau memang memegang patung bisa mendatangkan rejeki maka para penduduk di sekitar Borobudur pasti sudah kaya raya. Buktinya, mereka sama saja. Dengan demikian, rejeki dan berkah bukan didapat karena memegang patung, melainkan karena menanam kebajikan.

 

  1. Ada beberapa kalangan mempercayai bahwa sewaktu kita membeli rupang/patung untuk ditempatkan dialtar rumah tidak boleh menawar harga, bagaimana dengan yang satu ini?

    Ada baiknya kita bersikap bijaksana karena memang patung adalah lambang, bukan mewakili pribadi, juga bukan sebagai hal-hal yang bersifat mistik.

    Kalau itu pribadi, memang tak ternilai, jadi tidak bisa ditawar, namun karena merupakan simbol, tentu saja kita bisa menawar. Oleh karena itu, menjadi umat Buddha hendaknya menjadi orang yang bijaksana.

 

  1. Sewaktu kehidupan Sang Buddha tidak ada rupang, apakah para Sangha telah melakukan kebaktian seperti kita sekarang ini?

    Kebaktian adalah pengulangan kotbah Sang Buddha yang dilakukan setelah Sang Buddha wafat. Pada jaman dahulu, penghormatan bisa langsung pada Sang Buddha dan Beliau memberikan ceramah Dhamma, ceramah inilah yang kemudian menjadi pembacaan paritta setelah Beliau wafat.

    Selain penghormatan kepada Sang Buddha, ada juga penghormatan kepada pohon Bodhi seperti yang diajarkan oleh Sang Buddha sendiri, atau tempat duduk Sang Buddha yang melambangkan kehadiran Beliau. Setelah Beliau wafat, maka ada juga pemujaan pada stupa. Borobudur adalah merupakan stupa terbesar di dunia.

 

 

 


Copyright © 2000 Bodhi Buddhist Centre Indonesia. All rights reserved.


 

Tinggalkan komentar